RADAR SULTIM – DPR RI menyetujui 7 RUU Provinsi menjadi UU, dalam rapat paripurna, Selasa 15 Februari 2022.
Ke 7 RUU Provinsi itu diantaranya Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan.
Kemudian, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Dikutip dari detik.com, persetujuan 7 RUU oleh DPR RI setelah waket komisi II Junimart Girsang membacakan hasil pembahasan.
Bahwa 7 RUU ini adalah jawaban perkembangan sampai permasalahan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam roda pemerintahan.
Dengan disetujuinya pembentukan UU Provinsi ini, kata Junimart, diharap mampu menjawab perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum Pemda dan masyarakatnya.
Dalam rangka menjalankan roda pemerintahan, mendorong percepatan kemajuan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Persetujuan 7 RUU menjadi UU diketok oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus, yang juga pemimpin rapat paripurna.
Setelah semua yang hadir dalam rapat itu, menegaskan persetujuannya.
Dengan disetujuinya 7 RUU Provinsi menjadi UU, rencana pemekaran DOB Provinsi Sulawesi Timur, hampir dipastikan menjadi kenangan.
Hal itu dikarenakan dalam aturan disetujuinya 7 RUU tentang Provinsi, diantaranya daerah tersebut setuju untuk mengatur karakteristik, kebutuhan, dan permasalahan di wilayah terkait.
Dengan tetap menempatkan ke 7 provinsi itu dalam kerangka NKRI serta tidak membentuk daerah khusus yang baru.
Provinsi tersebut tidak meminta pengaturan materi muatan khusus seperti, Pendanaan secara khusus, Desa adat secara khusus, Daerah ibukota negara baru, Daerah istimewa, Daerah kepulauan, Daerah perbatasan, dan Kekhususan lainnya.
Tidak diperbolehkannya membentuk daerah pemekaran baru bagi Provinsi yang telah disahkan RUU nya, seperti yang dinyatakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.
Dirinya menegaskan, 7 RUU di Sulawesi dan Kalimantan yang diusulkan Komisi II DPR RI tidak membentuk provinsi baru.
UU ini diperlukan mengingat dasar hukum pada 7 provinsi tersebut masih mengacu pada UU yang lama.
“Bukan berarti membentuk provinsi baru. Ini kesepakatannya adalah tidak boleh menghilangkan sejarah pembentukan provinsi pertama kali.
“Jadi ini menjadi satu kaitan,” jelas Ledia dikutip dari Parlementaria.